Riwayat Hidup Lengkap Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid
Kiai Haji Abdurrahman Wahid, akrab
dipanggil Gus Dur adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik
yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga
2001. Ia menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh MPR
hasil Pemilu 1999. Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet
Persatuan Nasional. Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20
Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001.
Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati
Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Abdurrahman Wahid
adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan
bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur
dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Terdapat kepercayaan bahwa ia
lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai
hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4
Sya’ban, sama dengan 7 September 1940.
Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. “Addakhil” berarti “Sang Penakluk”.[2]
Kata “Addakhil” tidak cukup dikenal dan diganti nama “Wahid”, dan
kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. “Gus” adalah panggilan
kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati “abang” atau “mas“.[2]
Gus Dur adalah putra pertama dari enam
bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam
komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim
Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu,
K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan
kelas pada perempuan[3]. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim,
terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949.
Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar
Jombang. Saudaranya adalah Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah
dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat putri: Alisa, Yenny, Anita,
dan Inayah.
Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan
bahwa ia memiliki darah Tionghoa.Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia
adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara
kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak.Tan A Lok
dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok
yang merupakan selir Raden Brawijaya V.[6] Tan Kim Han
sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis,
Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir
Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.[6]
Pada tahun 1944, Wahid pindah dari Jombang
ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama Partai
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang
berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki
Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus
1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang
kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949,
Wahid pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama.
Abdurrahman Wahid belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke
SD Matraman Perwari. Wahid juga diajarkan membaca buku non-Muslim,
majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya[7].
Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya
sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah
Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.
Pendidikan Wahid berlanjut dan pada tahun
1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama. Pada tahun itu, ia tidak
naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan
pendidikannya dengan mengaji kepada KH. Ali Maksum di Pondok Pesantren
Krapyak dan belajar di SMP. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP,
Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren
Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat,
menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya
empat tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di
Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri,
Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan
nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan
sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya
sumber : http://mypresidentmyhero.wordpress.com/2012/06/25/riwayat-hidup-lengkap-presiden-kiai-haji-abdurrahman-wahid/
0 komentar:
Posting Komentar