Senin, 17 Februari 2014

PP Otoda Sayangkan Kebijakan Sekolah Gratis


MALANG KOTA – Kinerja Wali Kota Moch. Anton-Sutiaji selama 100 hari, dinilai PP Otoda Universitas Brawijaya (UB) masih belum maksimal. Bahkan, untuk program sekolah gratis SDN dan SMPN  dianggap malah membuat kreativitas siswa tidak berkembang. Itulah cacatan PP Otoda Universitas Brawijaya (UB) selama seratus hari kinerja pemerintah Moch. Anton dan Sutiaji di kantor PP Otoda UB kemarin.
”Banyak fasilitas sekolah yang dihapus karena biayanya tidak cukup dari subsidi pemerintah. Misalnya, ekstra kurikuler (ekskul). Ini terjadi hampir di semua SDN-SMPN di Kota Malang,” kata Syahrul Sajidin, direktur bidang hukum PP Otoda UB di sela-sela konferensi pers 100 hari kerja pemerintah di kantornya kemarin.
Menurut dia, kebijakan sekolah gratis tersebut dinilai tanpa menggunakan analisa yang jelas. Bahkan, cenderung berspekulasif. Sehingga, masyarakat sendiri yang menjadi korbannya, terutama siswa. ”Pendidikan itu bukan perusahaan. Pendidikan menyangkut masa depan bangsa dan negara ini. Jadi, harus jeli dalam mengambil kebijakan di bidang pendidikan,” ucap alumni FH UB itu.

Dalam mengambil kebijakan tersebut, juga ada kesan tanpa melibatkan sekolah. Padahal, sekolah ini yang tahu kebutuhan riil biaya operasional dan perawatan sarana serta prasarananya. ”Sekolah sebenarnya bingung, tapi ada kesan takut atau sungkan mau bilang ke pemerintah,” terangnya.
Tak hanya itu, lanjut Syahrul, kebijakan sekolah gratis juga ada kesan dipaksakan. Karena hingga kemarin, perwali (peraturan wali kota) juga belum ada realisasinya. ”Ucapan wali kota itu tidak bisa diakui secara hukum,” ucap dia.
Dia juga mengatakan, jika ada sekolah yang berani memungut dari wali murid, tidak masalah saat ini. Karena secara hukum, kebijakan wali kota belum bisa diakui. ”Masalahnya sekolah mau atau tidak, itu saja,” imbuh Syahrul.
Dalam mengambil kebijakan tersebut, juga ada kesan tidak melibatkan pakar. Padahal, pakar ini perannya sangat penting, terutama dalam memberikan saran. ”Pakar ini yang tahu lebih dulu kondisi lapangan,” ujarnya.
Sementara itu, Dinas Pendidikan Kota (Disdik) Kota Malang juga sering mendapat keluhan tersebut dari masyarakat. Tapi pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena memang sudah menjadi keputusan wali kota untuk tidak diperbolehkan menarik dana dari masyarakat. ”Tapi kalau masalah prestasi akademik, masih bisa bersaing. Kalau untuk ekskul, memang ada yang dikurangi,” kata Andang Roosdianto, Kasi Sarana dan Prasarana Dikmen Disdik Kota Malang kemarin.
Menurutnya, solusi yang bisa dilakukan sekolah hanya menggunakan skala prioritas pada kegiatan siswa non-akademik. Padahal, kegiatan non-akademik ini juga penting untuk melatih soft skill siswa. ”Kami juga mohon pemerintah mengevaluasi program ini, karena masa depan siswa jadi taruhannya. Tapi pada prinsipnya, kami siap melaksanakan program sekolah gratis dari pemerintah,” ucapnya. (im/c1/lid)

0 komentar:

Posting Komentar