Senin, 17 Februari 2014

BAGAIMANA MENGELOLA SUMBERDAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Indonesia adalah negeri yang kaya raya sumberdaya alam (SDA). Tengok saja potensinya. Ikan di Laut Indonesia diperkirakan mencapai 6,2 juta ton, belum lagi kandungan mutiara, minyak, dan kandungan mineral lainnya; di samping keindahan alam bawah lautan. Dari potensi ikan saja, bisa diperoleh devisa lebih dari 8 miliar US dolar setiap tahunnya. Sementara itu, di daratan terdapat berbagai bentuk barang tambang berupa emas, nikel, timah, tembaga, batubara, dan sebagainya. Di perut bumi sendiri tersimpan gas dan minyak cukup besar. Kandungan emas di bumi Papua yang kini dikelola perusahaan asing PT. Freeport Indonesia misalnya, konon termasuk yang terbesar di dunia.

Dalam bidang perminyakan, hampir semua sumur minyak di Indonesia telah dikuasai oleh perusahaan raksasa minyak asing seperti Exxon (melalui Caltex), Atlantic Richfield (melalui Arco Indonesia), dan Mobil Oil. Selebihnya, Pertamina yang memproduksi. Belakangan muncul pengusaha-pengusaha swasta nasional yang ikut menyedot minyak untuk perusahaan mereka.
Di kehutanan, rata-rata hasil hutan di Indonesia kini diperkirakan mencapai sekitar 7-8 miliar US dolar. Yang masuk ke dalam kas negara hanya 17 persen, 83 persen masuk ke kantong pengusaha HPH. Akhirnya, rakyat yang memiliki hutan itu tidak kebagian apa-apa.
Jika kondisi seperti ini tidak segera dibenahi, boleh jadi akan timbul bencana ekonomi yang lebih berat dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pertanyaannya, mengapa hal itu bisa terjadi? Tidak sadar kalau kita kaya? Tidak tahu cara mengolahnya ? Atau kesemrawutan dalam pengelolaannya?
Dalam pandangan Islam, hutan dan barang tambang jumlahnya sangat besar, seperti garam, batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, dan sebagainya adalah milik umum. Yang juga menjadi milik umum lainnya adalah jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat, masjid, sekolah milik negara, rumah sakit negara, lapangan, dan sebagainya. Milik umum harus dikelola hanya oleh negara yang hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk fasilitas kebutuhan primer seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum. Sehingga pendidikan dapat gratis, listrik murah, dan sebagainya.
Semua yang menjadi milik umum tidak boleh dikuasai oleh perusahaan perorangan apalagi perusahaan asing. Jika itu tetap dilakukan, maka di masa yang akan datang kita akan semakin miskin dan sangat mungkin akan menjadi negara yang selalu mengemis kepada negara asing. Maukah kita seperti itu?! Jelas tidak
Dengan demikian tidak ada jalan lain kecuali kita segera kembali kepada Islam. Tidak mungkin pengelolaan sumberdaya alam itu dapat berjalan dengan baik kalau kita masih menerapkan system kapitalis yang sekuler seperti sekarang ini
Jika demikian, keraguan apalagi yang masih menyelimuti kita untuk menerapkan Syariat Islam?

sumber : https://herminsyahri.wordpress.com/

0 komentar:

Posting Komentar