Telah dikisahkan dalam sebuah kehidupan antara
seorang pecinta alam dengan seekor burung merpati putih. Dan di dalam ceritanya
dimana terjadi banyak sekali hal yang tidak terduga terjadi pada mereka berdua.
Biarkanlah mereka merasakan bagaimana getirnya dunia, sebagai pembelajaran
teruntuk mereka pada umunya dan kita semua pada khususnya.
Di dalam sebuah desa, hiduplah seorang pemuda tampan
yang tubuhnya kekar dan budinya yang luhur. Dia teramat patuh kepada orang
tuanya, membantunya dalam berdagang dan bertani, atau pun dalam hal sepele
seperti membersihkan rumah sekali pun. Dia juga cekatan dalam menolonh
sesamanya. Tak heran jika banyak tetangga yang segan terhadapnya. Maka tak
dapat terhitunglah wanita yang menaruh hati kepadanya, atau pun orang tua yang
ingin menjodohkan putrinya dengan pemuda itu.
Namun sayang, diusianya yang telah menginjak dewasa
dia masih saja sendiri. Mungkin lebih tepatnya memilih untuk menyendiri. Entah
dengan alasan apa, taka da seorang pun yang tahu. Termasuk orang tuanya sekali
pun.
“Saya masih ingin menikmati masa muda” alibinya
ketika ia ditanya kapan akan menikah.
Padahal boleh dibilang pemuda itu telah mapan dalam
segi ekonomi, harta warisan dari orang tuanya sungguh melimpah ruah. Tinggal
menciduknya kapan pun ia mau. Karena memang hanya ia lah putra tunggal dari
orang tuanya. Ibaratkan pohon yang telah menginjak usia masak, siap panen dan
tidak perlu lagi untuk menunggu terlalu lama. Tetapi masih tetap saja ia
bersikukuh untuk membujang. Dan tidak ada yang bias menghindarinya. Ah biarlah…
Di samping kewajibannya untuk bertani dan berdagang,
ia juga senang memelihara binatang.. merekalah pendamping setia yang tidak
pernah mengkhianati pemuda itu. Mulai dari ikan, ayam, kambing, hingga ular pun
dia punya. Bahkan sepertinya hewan-hewan itu pun tunduk kepada majikannya. Dan
sepertinya mereka juga ikut-ikutan kepincut akan kesempurnaan pemuda ini.
Contohnya saja kucing peliharaannya. Ia akan setia
menunggu pemuda itu dengan bersandar di singgah sana yang telah di siapkan oleh
Tuannya ini di samping jendela rumah. Menunggu pemuda itu pulang dengan sembari
membersihkan tubuhnya dengan jilatan lidah kucing sebagai kebiasaannya.
Dan di sore harinya, selepas pemuda itu pulang, maka
ia akan berlari terbirit-birit menyusul menuda itu lantar menjilati kaki
Tuannya ini. Ciri khasnya adalah bunyi lonceng yang ia sematkan di leher bagian
depan, kalung logam sebagai tanda pengenalnya. Lantas tuannya itu akan
menggendong kucing itu, lalu bermain main bersamanya sebelum ia mandi.
Begitulah kegiatan sehari-hari pemuda itu. Bekerja,
berdagang, bertani, dan beternak. Begitu seterusnya setiap hari. Nampak
sederhana memang, tetapi inilah kenikmatan yang dirasakan sehingga ia tidak
pernah merasakan kebosanan yang begitu berarti.
***
Sebagai seorang pejantan yang itdak
perlu diragukan lagi ketangguhannya, ia juga sering melakukan pemburuan di
tengah hutan. Ilmu berburunya ia dapatkan dari pamannya yang memang bekerja
sehari-hari sebagai seorang pemburu. Waktu kecil, ia sering sekali diajak oleh
pamannya untuk menemani dalam menjelajahi rimba tak jauh dari rumah.
Karena telah terbiasa melihat
kondisi semacam itu, alhasil pemuda itu pun bias dengan sendirinya. Kini ia
juga sering berhutan memburu hal-hal unik yang ia temukan. Sebut saja kemarin,
ia mendapatkan babi hutan yang sangat besar. Adalah suatu kepuasan tersendiri
bagi seorang pemburu jika dapat menembak tepat pada sasarannya.
Dan sekarang ia ia lebih memilih
untuk berburu seorang diri, tanpa pamannya. Alasannya, ia hanya ingin menguji
nyalinya dan mengasah kemampuannya dalam hal berburu. Ia hanya ditemani oleh
anjing Bulldog kesayangnnya sebagai penunjuk jalan. Berbekalkan senjata
berburu, seperti panah, pedang, tombak, dan boomerang. Ia memberanikan dirinya
memasuki hutan itu. Pergi lenggang kangkung, pulang bawa uang sekarung.
Seperti saat itu , sedang berburu
seeokor kijang. Hewan dengan tanduk yang indah sebagai cirinya itu begitu
memikat. Terlebih lagi kini masyarakat sedang banyak membicarakan kijang yang
memiliki keunikan tersendiri tapat di tengah hutan. Hutan dimana yang sangat
lekat akan mitos keangkerannya ini. Banyak sekali legenda daerah yang acap kali
disangkut pautkan dengan hutan itu. Tanpa ambil pusing pemuda itu pun matap
untuk menjajakan kakinya pada hutan lebat tersebut.
Baru memasuki bibir hutannya saja,
pohon besar telah menyapa. Akarnya yang hingga muncul ke permukaan sering
menyandung kaki pemuda itu. Batangnya yang begitu besar hingga entah berapa
orang dapat melingkarkan tubuhnya di sana. Menggambarkan betapa tuanya usia
pohon-pohon itu. Mungkin telah berumur ratusan, atau mungkin hingga ribuan
tahun lamanya.
Dahannya tinggi menjulang, menggapai langit. Tak
terhitung berapa meternya. Sedang daunnya ?? Oh barang tentu sangat lebat,
hingga cahaya matahari pun tak diperbolehkan untuk mengintip ke dalam hutan
barang sejanak saja. Hutan itu benar-benar gelap, taka da beda antara pagi,
siang, sore, atau pun malam.
“Selamat pagi, Duniaaaa”, teriak pemuda itu dari
dalam. Suaranya yang besar mengkokohkan dirinya sendiri, hingga menggema
nyaring seantero pelosok hutan. Beberapa detik suaranya masih terdengar. Seakan
menandakan betapa luasnya hutan yang satu ini.
Tetapi satu hal yang membuat pemuda itu tetap
bertahan, selain niat yang kuat pastinya. Suasana tempat itu begitu sejuk,
nyaman sekali. Tenang saja, karena di sini kandungan oksigennya begitu kaya.
Sangat melimpah ruah. Tidak seperti di kampungnya, yang begitu panas. Yang
mulai bercampur dengan asap pabrikan.
“Are you ready, boy ??”, ajak pemuda itu kepada
anjingnya
“Guk Guk..”, gonggong anjing itu sebagai tanda
mengiyakan
“Bagus, mari kita mulai petualangan ini J”
Yang menjadi tantangan tersendiri adalah dimana
tanah tempat pemuda itu berpijak. Karena tidak mendapatkan asupan cahaya
matahari, maka bagian bawah pohon itu pun berlumut. Tanahnya pun juga berubah
menjadi gambut. Perlu perlakuakn ekstra untuk dapat menjelajahi hutan itu.
Tak jarang pemuda itu pun jatuh terpeleset akibat
licinnya kayu-kayu yang ada di sana. Huuuft -_- berjam-jam berjalan, nampaknya
pemuda itu masih berada di bibir hutan. Karena sedari tadi kondisinya masihlah
sama. Dan tampaknya keadaan ini masih akan berlangsung lama. Sungguh, sebuah
perjalanan yang teramat melelahkan.
Untuk tidur, tidaklah sulit bagi pemuda itu. Ia
cukup naik ke beberapa dahan, lalu melilitkan ranting-ranting muda untuk
dianyamnya menjadi tempatnya terlelap malam nanti. Pada beberapa bagian ia
pastikan cukup kuat untuk menahan tubuhnya, dan cukup lebar untuk dipakainya
berselonjor mengusir penat setelah seharian penuh berjalan.
Ia juga mengambil dedaunan kering dari bawah, lantas
ia tumpuk-tumpuk sedemikian rupa pada salah satu sisinya. Guna ia pakai sebagai
bantalan penyangga kepalanya dari kerasnya dahan-dahan itu
Satu masalah yang belum terselesaikan, yakni nyamuk.
Ya, sepele sekali memang. Tetapi akan menjadi masalah besar jika melewatkan hal
yang satu ini. Karena masalah yang besar itu timbul dari hal-hal yang kecil.
Sering menganggap enteng hal yang minoritas, yang nantinya akan membuat masalah
baru yang lebih kompleks.
Namun jangan khawatir, solusinya mudah saja. Pemuda
itu pun cukup mengoleskan dedaunan di sekitarnya yang beraroma menyengat.
Dijamin, nyamuk-nyamuk tidak akan berani mendekat. Nyamuk hutan, adalah nyamuk
yang dikenal begitu ganas. Karena memang nyamuk ini berbeda dengan nyamuk pada
umumnya. Ukurannya lebih besar, dan gigitannya pun luar biasa menyakitkan.
Bekas gigitannya saja akan terasa merah dan melebam seperti sisa luka bakar.
Gampang, si Bulldog tidur pun hanya beralaskan
jerami yang telah aku persiapkan sebelumnya. Berada di bawah pohon untuk
melindungi pemuda itu. Dan pada malamnya yang larut, sebelum tidur pemuda itu
akan membuat perapian untuk sekedar menghangatkan dirinya. Atapu pun membakar
makanan yang ia temukan di perjalanan. Lantas abu sisa pembakaran itu akan
ditabur berkeliling pohon tempat ia tidur. Selain agar uap panasnya agar tidak
naik ke atas, juga sebagai pelindung pemuda itu dari hewan-hewan buas. Karena
hewan-hewan itu tidak akan mengitari bara yang panas itu.
Untuk makan ?? pemuda itu cukup mengunyah dedaunan
mentah yang sekiranya dapat ia makan. Atau memetik buah-buahan segar siap panen
yang telah matang sebelumnya. Begitu saja sudah cukup bagi seorang pemburu
ulung seperti pemuda itu. Sedang anjingnya, cukup berbeda. Ia harus menahan
laparnya lebih lama. Karena ia baru bias makan setelah mereka menjumpai sungai.
Dimana nantinya pemuda itu akan membiarkan anjingnya akan liar berburu ikan
sekenyangnya.
Di sini, pemuda itu juga ingin melatih anjingnya ini
untuk hidup bebas. Agar ia mengenal kehidupan liarnya yang sebenarnya. Tidak
hanya itu, di sini pula lah tempat pemuda itu membersihkan diri. Mencuci baju
dan mandi di sungai air hulu. Sungguh segar rasanya…
Setelah kurang lebih dua hari perjalanan hanya
bertemankan anjing kesayangannya ini, akhirnya mereka akan segera mendekati
tengah hutan. Terbukti dengan munculnya hewan-hewan liar asli hutan tersebut,
seperti tikus hutan, monyet, burung-burung, sampai hewan melata semacam ular
dan iguana.
Semakin dalam semakin beraneka saja ragam dari
hewan-hewan itu. Bahkan sesekali pemuda itu harus memanjat ke atas pohon atau
bersembunyi di balik belukar guna menghindari ganasnya macan, besarnya gajah,
atau mungkin agresifnya badak.
Kini saat sampai di sungai, pemuda itu pun harus
lebih waspada, karena bisa saja muncul hewan-hewan yang tidak terduga.
Terkadang ada kudanil yang sedang asyik berendam, gerombolan buaya yang sedang
mencari mangsanya, atau mungkin sekumpulan piranha dengan deretan gigi
tajamnya.
Anjing Bulldognya saja sempat beradu jotos dengan
anjing hutan yang lain, karena keliaran hewan-hewan di sana. Mungkin inilah
yang dimaksudkan pepatah, bahwa “Jangan menjadi manusia yang bersifat kebinatang-binatangan”.
Karena hewan cenderung cepat bertindak tanpa melakukan pikir panjang. Bertindak
semaunya sendiri, dan lebih mementingnkan egonya masing-masing.
Suatu pengalaman yang teramat berharga bagi pemuda
tersebut. Terdengar decitan burung yang berualng kali, seakan memunculkan
sirine ambulance di tengah hutan. Semakin aku berjalan, semakin jelas
terdengar. Hingga pada akhirnya aku menjumpai sebuah menadangan yang sangat
langka, tepat dengan kedua mata kepalaku sendiri. Terdapat seekor singa betina
yang sedang membutuhkan pertolongan.
Pemuda itu pun segera berlari sekencang-kencangnya,
mendekati singa tersebut. Ia tercengang dalam keheranannya. Di sana begitu
sepi, tidak ada apa pun. Ia adalah seekor singa betina yang tengah mengalami
persalinan.
Bersambung.... :)
0 komentar:
Posting Komentar