Berkaca pada perkambangan teknologi saat ini, dimana digitalisasi menjadi pokok pembahasan utama hampir di setiap penjuru. Ketika setiap manusia yang tidak pernah bisa lepas dari layar persegi panjang dengan berbagai fitur di dalamnya, di saat itu pula aku percaya bahwa kini duniaku tidak hanya pada dunia tatap muka saja. Tetapi juga hal lain yang jauh lebih besar di sana. Aku duduk tepian kursi, bersandar membaringkan diri dengan memandang para mahasiswa yang lalu lalang menenteng tas bawaannya masing-masing dan sibuk dengan dunianya sendiri. Banyak mahasiswa bangga mengenakan almamaternya, seakan menunjukkan bahwa kini mereka bukan siswa sekolah menengah lagi. Hal ini membuatku berpikir, apakah dengan setiap apa yang kita miliki harus kita tunjukkan kepada semua orang? Apakah perlu dengan membangun identitas diri maka semua hal dapat tergambar secara jelas?
Dunia ini begitu fana, kita kerap kali menampilkan apa yang kita sebut sebagai jati diri dengan berpura-pura baik di hadapan orang lain, agar mendapatkan pujian. Tidak ada manusia di dunia ini yang ingin dicap sebagai manusia bejat, tidak pernah aku dengar ada manusia dengan bangganya mendeklarasikan dirinya sebagai seorang penjahat, penghianat, pendosa, bahkan tersangka. Kita cenderung menutupi hal-hal apa saja yang tidak ingin kita bagikan kepada orang lain dengan topeng yang mampu menyamarkan diri kita. Sudah menjadi fitrah manusia memang, bahwa ingin dipandang sebagai manusia nomor satu, tanpa celah, tanpa cacat. Itu sebabnya ribuan bahkan jutaan postingan foto di sosial media bertebaran dengan beragam pose tertawa, bahagia, dan mempesona dengan segala macam pencapaian yang telah kita raih selama ini. Tetapi belum pernah ada yang memberikan bagaimana fakta yang ada di balik senyum manis itu, tidak ada yang membeberkan apa dan bagaimana semua hal itu dapat terjadi. Sadarilah, bahwa apa yang kita tampilkan di sosial media atau apa yang kita lihat di sana hanyalah sebagian kecil dari realita kebenaran yang ada. Sayangnya, kita suka membanding-bandingkan kehidupan nyata kita dengan kehidupan fatamorgana mereka. Dengan asumsi bahwa apa yang telah mereka dapatkan adalah suatu hal yang paling ideal bagi kita juga.
Sekarang mari kita berkaca, siapa kita sebenarnya? KITA TIDAK AKAN BISA MENJADI ORANG LAIN. Silahkan menyangkal apa yang baru saja ku katakan, silahkan mengatakan bahwa pernyataan diatas hanyalah sebuah pesimisme semata. Tetapi kenyataannya, tidak ada manusia yang dapat terlahir kembali ke dunia untuk kedua kalinya. Ingat! bahwa terinspirasi bukan berarti bisa menjadi sama persis seperti apa yang mereka lalukan dan apa yang mereka capai. Dan menginspirasi bukan berarti dapat justifikasi bahwa apa yang kita bagikan adalah hal yang paling benar dan patut orang lain tiru. Jadilah diri sendiri, menjadi pribadi selayaknya apa yang Tuhan telah berikan kepada kita semua. Sehingga tidak akan ada kebingungan identitas karena mengalami suatu krisis dari pengaruh orang lain. Bangga menjadi apa yang telah kita raih dan bersyukur dengan apa yang kita dapatkan.
Teruntuk manusia yang pernah berkata, bahwa lakukan apa yang ingin kita lakukan karena diri kita sendiri, bukan karena atau untuk orang lain. Karena memandang yang lain, hanya semakin membuat kita bergantung pada kehadirannya. Jika dia hilang, maka hilang juga semangat hidup kita. Terima kasih sudah berada di dalam celah dimana lentera itu ada dan bersinar diantara lubang-lubang dinding perbatasan danau muara.
-Sam
Dunia ini begitu fana, kita kerap kali menampilkan apa yang kita sebut sebagai jati diri dengan berpura-pura baik di hadapan orang lain, agar mendapatkan pujian. Tidak ada manusia di dunia ini yang ingin dicap sebagai manusia bejat, tidak pernah aku dengar ada manusia dengan bangganya mendeklarasikan dirinya sebagai seorang penjahat, penghianat, pendosa, bahkan tersangka. Kita cenderung menutupi hal-hal apa saja yang tidak ingin kita bagikan kepada orang lain dengan topeng yang mampu menyamarkan diri kita. Sudah menjadi fitrah manusia memang, bahwa ingin dipandang sebagai manusia nomor satu, tanpa celah, tanpa cacat. Itu sebabnya ribuan bahkan jutaan postingan foto di sosial media bertebaran dengan beragam pose tertawa, bahagia, dan mempesona dengan segala macam pencapaian yang telah kita raih selama ini. Tetapi belum pernah ada yang memberikan bagaimana fakta yang ada di balik senyum manis itu, tidak ada yang membeberkan apa dan bagaimana semua hal itu dapat terjadi. Sadarilah, bahwa apa yang kita tampilkan di sosial media atau apa yang kita lihat di sana hanyalah sebagian kecil dari realita kebenaran yang ada. Sayangnya, kita suka membanding-bandingkan kehidupan nyata kita dengan kehidupan fatamorgana mereka. Dengan asumsi bahwa apa yang telah mereka dapatkan adalah suatu hal yang paling ideal bagi kita juga.
Sekarang mari kita berkaca, siapa kita sebenarnya? KITA TIDAK AKAN BISA MENJADI ORANG LAIN. Silahkan menyangkal apa yang baru saja ku katakan, silahkan mengatakan bahwa pernyataan diatas hanyalah sebuah pesimisme semata. Tetapi kenyataannya, tidak ada manusia yang dapat terlahir kembali ke dunia untuk kedua kalinya. Ingat! bahwa terinspirasi bukan berarti bisa menjadi sama persis seperti apa yang mereka lalukan dan apa yang mereka capai. Dan menginspirasi bukan berarti dapat justifikasi bahwa apa yang kita bagikan adalah hal yang paling benar dan patut orang lain tiru. Jadilah diri sendiri, menjadi pribadi selayaknya apa yang Tuhan telah berikan kepada kita semua. Sehingga tidak akan ada kebingungan identitas karena mengalami suatu krisis dari pengaruh orang lain. Bangga menjadi apa yang telah kita raih dan bersyukur dengan apa yang kita dapatkan.
Menengadahkan ke atas, awan tipis siang ini menggulung birunya langit yang tinggi entah sampai mana. Hembusan angin dan gesekan daun menjadi instrumen paling indah dalam kesatuan harmoni nyata yang kusebut dengan alam semesta. Lantas tiba-tiba aku membayangkan apa jadinya dunia tanpa semua keindahan ini? Bagaimana jadinya bumi tanpa adanya keajaiban dunia ini yang mampu mengilhami para manusia untuk membentuk sebuah karya yang teramat luar biasa, yang bernama cinta. Menikmati keindahannya adalah sebuah anugrah yang tak ternilai harganya. Wanita cantik, pria tampan, rambut bergelombang, renyah diikat simpulan tali cantik berwarna merah. Bukan semata untuk memilik, tetapi untuk melihat perawakan diri.Bagaimana cara kita menikmati deburan ombak, suilan burung, nyanyian alam, adalah dengan mempercayai bahwa apa yang ada itu nyata. Karena apa yang kita dapatkan tidak harus selalu kita pertanyakan apa manfaatnya. Tidak semua yang dapat kita tangkap dengan lima panca indra kita harus kita tanyakan apa bentuk nyatanya, cukup nikmati saja. Maka ketidakjelasan itu akan berubah menjadi titik yang terang dengan sendirinya.
Teruntuk manusia yang pernah berkata, bahwa lakukan apa yang ingin kita lakukan karena diri kita sendiri, bukan karena atau untuk orang lain. Karena memandang yang lain, hanya semakin membuat kita bergantung pada kehadirannya. Jika dia hilang, maka hilang juga semangat hidup kita. Terima kasih sudah berada di dalam celah dimana lentera itu ada dan bersinar diantara lubang-lubang dinding perbatasan danau muara.
-Sam