Teruntuk sesosok pria
dewasa yang entah sedang apa Dia di sebelah sana. Dia yang pertama kali
memperkenalkanKu akan makna Cinta, yang sebagai rasa suka yang tidak biasa. Dia
yang menyebutkan AsmaNya, yang kini Kukenal sebagi TuhanKu, tempat bernaung
dang bermunajat yang paling baik. Lewat merdunya lantunan Adzannya pada telinga
sebelah kananKu, dan Bacaan Iqamah yang menggetarkan pada telinga sebelah
kiriKu. Dia sebagai lelaki pertama di dunia ini yang kuanggap sebagai pria
tertampan yang pernah ada, dan akan selalu begitu.
Dia adalah seorang
pejantan tangguh yang mampu membentengi mentalnya dengan berlapis baja dan
terkunci rantai menjadi niat kuat, guna membiayai semua hal yang aku perlukan,
Baik itu barang remeh sekalipun. Entah telah berapa ribu cucuran keringat yang
telah keluar melalui pori-pori kulitnya, sebagai saksi bisu betapa besar
kasihnya kepadaku dan wujud dari rasa sayang Sang Empunya.
Dia yang senantiasa melimpahkan segala cinta
kasihnya hanya kepadaku, sebagai putri kecilnya. Dan entah harus bagaimana lagi
aku akan mendeskripsikan karismanya sebagai seorang pria dimataku. Tapi yang
jelas, Dialah yang menyempurnakan istilah Orang Tua dalam lingkup keluarga
kecilku selama ini, melengkapi panggilang ibu sebagai pasangannya, dan aku memanggilnya
dengan sebutan AYAH.
Dan lagi, Bulan Ramadhan
telah datang dengan berbagai kenikmatan yang ada. Masih sama dengan bermacam
limpahan rezeki yang akan selalu Ia berikan kapada HambaNya yang senantiasa
berdoa dan terus bertawakal hanya kepadaNya. Bulan dimana tak ada yang lebih
baik daripada 1000 bulan, sehingga menjadi moment yang akan selalu ditunggu
oleh setiap UmatNya.
Ya, Ayah…
Mungkin kau memang tidak pergi ke alam yang
berbeda, Alhamdulillah kau masih tetap berada di dunia ini bersamaku. Dan aku
juga masih merasakan itu. Namun kepergianmu ini membuatku rindu. Semarah apapun
aku saat itu, tapi rasa cinta seorang anak kepada ayahnya tidak dapat
dibohongi. Kemurkaan itu seakan langsung menyerah ditaklukkan olehnya. Percayalah,
Ayah. Semua kebodohan itu hanyalah wujud dari rasa brontakku terhadap keadaan
yang menimpa keluarga kita tempo hari.
Bentuk adaptasi dari apa yang belum pernah aku
dapatkan sebelumnya. Aku yang dulu tidak pernah lepas dari pengawasanmu, selalu
kau antar aku kemana pun aku pergi dan akan selalu menjemputku kapan pun aku
mau. Harus dipaksa berubah mandiri dengan cara yang begitu singkat, sangat
cepat bahkan. Walaupun sebenarnya aku masih yakin bahwa di luar sana aku masih
berada dalam pantauanmu. Melalui beberapa intel rahasia yang kasu sebar guna
mengawasiku.
Mungkin pada saat itu aku masih terlampau kaget
untuk menerima semua keadaan ini. Sebagai hasil akhir yang tidak akan pernah
bisa diubah oleh siapa pun, termasuk aku sendiri. Hal terbaik yang nantinya
akan menjadi hal terindah jika kita melewatinya secara ikhlas. Maka nikmati
saja, jalani, dan syukuri adanya.
Ayah, 2 tahun pasca
menghilangnya kau dari kehidupaku selama ini. Genap sudah momen lebaran kali
ini lagi-lagi kulewatkan tanpa kata sempurna seperti biasanya. Tradisi
sungkeman itu pun terasa begitu ganjil mengganjal perasaan. Hanya Ibu di sini,
tanpa adanya sesosok Ayah yang ku kenal dulu. Yang berkumis lengkap dengan
jenggot dan jambang yang selalu kau pelihara. Atau dengan suasana putih bersih
dengan kepala botakumu karena semua rambutmu telah kau pangkas habis tanpa
sisa. Sebagai tanda sekaligus ciri khasmu, jika kau sedang mendapatkan rezeki
berupa sebuah proyek bangunan yang boleh dikata lumayan besar.
Dan aku juga selalu
merindukan baju baru yang selalu kau belikan untukku dan aku selalu tidak
menyukainya. Hahahah J karena memang kau
cenderung mengikuti trend pasar, sedang aku yang hanya ingin tampil eksis
dengan style ku sendiri. Dan pada akhirnya pakaian itu akan berakhir di tangan
saudaraku atau mugnkin tetanggaku, dengan aliby sebagai sebuah pemberian
dariku.
Entah dimana keberadaanmu saat ini, sedang apa,
dan bagaimana keadaanmu selama ini. Sudah kah kau makan ?? Dan Nyenyak kah
suasana tidurmu di sana ?? Karena memang kau tak pernah memberikan aku kabar
barang sedikit pun.
Dan masih kah kau mengingatku ?? Ah dasar payah
dasar lemah, pertanyaan bodoh. Retoris yang tidak berguna. Tentu saja ingat,
dan akan selalu begitu. Bagaimana mungkin seorang ayah akan lupa kepada darah
dagingnya sendiri ?? tidak akan mungkin Sofia. Bekas suami, bekas istri, dan
bekas pacar mungkin ada. Tapi bekas pacar tidak akan pernah bisa menjadi satu
kata yang baku. Kenapa ?? Karena ikatan antara hubungan ayah dan anak tidak
mengenal istilah dari kata ‘Bekas’
Buang jauh-jauh kata itu, mengotori samudra
cinta dan mencemari lautan kasih sayang saja. Kalau perlu, bakar saja kata
‘Bekas’ itu. Agar dia tidak dapat kembali lagi ke dunia ini. Setelah itu,
larung abunya ke sungai. Agar butiran debu sisa-sisa pembakaran itu terbawa
oleh angin. Pergi menjauh sejauh-jauhnya.
Mungkin pertanyaan yang lebih tepat adalah Rindu
kah kau kepadaku, Ayah ?? karena ingat saja masih belum cukup bagiku untuk
menguji rasamu. Tanpa bermaksud untuk meragukan semua itu, aku hanya ingin tahu
seberapa besar rasa itu. Tulus darimu…
Dan jika memang kau merindukan ku, kau pasti
akan menambah upaya guna bertemu denganku. Tapi hingga detik ini saja, aku
tidak pernah mendengarkan kabar tentangmu. Bahkan engkau pun sepertinya enggan
mencariku untuk mengetahui seperti apa dan bagaimana kabarku saat ini. Huuuft
T_T
Jika kau balikkan pertanyaan itu kepadaku, sudah
barang tentu aku merindukamu, sangat. Usahaku dalam menemukanmu, mencari-cari
kabar ke sana ke sini selalu nihil. Nol besar yang aku terima. Selalu saja
berita simpang siur tantang dirimu, yang menghancurkan gambaran reputasimu
selama ini. Tapi aku tidak lah peduli, karena itu adalah hubungan horizontalmu
dengan mereka. Yang jelas aku sangat merindukanmu. Entah dengan apa aku akan
meluapkan rasa ini, hanya dengan foto-foto yang ku punya, ku pandang
lekat-lekat matamu, dan ku doakan kau slepas sujudku kepadaNya.
Curahan isi hati seorang anak yang merindukan
sesosok ayahnya hanya mampu terlimpahkan melalui cucuran peluh yang menetes
setiap kali mengingatmu.
Oh
iyah, Ayah. Selepas kau pergi banyak sekali kabar gembira yang kau lewatkan. Pertama,
aku telah diterima di sebuah sekolah ternama yang ada di Kota Malang. Ya SMK
Negeri 4 Malang. Sekolah yang selama ini aku idam-idamkan, Ayah. Dan MultiMedia
adalah dunia baruku yang harus aku segluti saat ini. Terjun ke ranah Design dan
kejurnalisan seperti apa yang aku cita-citakan selama ini. Ayah, impianku sudah
semakin dekat. Gerbangnya telah terbuka, Ayah. Sangat lebar, aku hanya tinggal
menapakinya satu per satu.
Di
samping itu, aku juga keluar dari zona nyamanku selama ini. Aku mencoba bidang
Debat Bahasa Inggris sebagai lebaran sayapnya. Dan pucuk dicinta, ulam pun
tiba. Tangan dingin seorang pelatihku membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Beberapa
kompetisi telah berhasil aku juarai. Awal yang baik dari sebuah permulaan yang
akan menuju tengahnya.
Ayah,
nilai raportku juga cukup bagus. Boleh dibilang lumayanlah. Hingga Alhamdulillah
sekali, aku berhasil mendapatkan beasiswa pendidikan internal dari pihgak
sekolah. Sehingga ibu sudah tidak perlu pusing-pusing lagi dalam memikirkan
biaya pendidikan. Uang itu akan dialokasikan ke kebutuhan yang lebih penting.
Guru-guru
pun cukup mengagumi sikapku, semangat belajar yang tinggi katanya yang
membuatku berbeda pada umunya. Cukup tahu, Ayah. Bahwa keadaan inilah yang
mampu menghiburku di kala kerinduan ku ini padamu. Aku menjadi merasa tak
sendiri, karena aku berada dalam pelukan rekan-rekan sejawatku. Seperjuangan…
Maka
untuk menyempurnakan segala pencapaianku ini, lengkapilah dengan restumu. Doakan
selalu anakmu agar dapat memperoleh hasil yang terbaik dari setiap apa yang ia
lakukan. Sehingga aku mampu membanggakanmu dengan mengangkat namamu tinggi.
Duhai,
Ayahku. Aku berharap kau tidak akan naik darah mengetahui hal yang satu ini. Seperti
remaja dapa umunya, aku juga merasakan cinta terhadap mereka, Kaum Adam. Dan lucunya,
aku mulai menikmati ini semua.
Aku
mulai mengenal pria selain dirimu. Mengagumi mereka dari kacamataku. Orangnya baik,
Ayah. Dia sangat mengerti aku, dan aku begitu menyukainya. Dan yang jelas dia
melindungiku sama sepertia kau melindungiku dulu. Kami sering bertemu di
sekolah jika kita sama-sama mempunyai waktu luang. Kami juga biasanya
berjalan-jalan keluar bersama seperti pasangan muda-mudi pada umunya. Makan bersama,
saling mentraktir, hingga berfoto gila bersama. Waks J hahah.
Rasanya
aneh, Ayah. Kenapa sebentar-sebentar selalu aku menginagtnya ?? sedikit-sedikit
harus dia ?? dan semua-semua serba dia. Terkadang aku pun turut sebal sendiri
dibuatnya. Namun tak jarang aku jua sering sanyam-senyum sendiri di kamar saat
belajar atau mungkin sering memimpikan lelaki itu. Dan aku berharap pada suatu
hari nanti kau bisa bertemu dengannya, Ayah…
Ayah,
percayalah. Aku pasti bisa menjaga diriku sendiri. Meski kau kini jauh di sana,
kau tak perlu khawatir akan diriku. Aku akan selalu menjaga nilai kehormatanku
di depannya. Tentu akan selalu berpegang teguh kepada nilai norma yang telah
kau ajarkan sama seperti dahulu. Karena aku tahu, bahwa dia masih lah belum
halal untukku.
Dan
menginjak usia dewasa, aku juga mulai mengerti berhias diri. Memahami bagaimana
cara berdandan. Ibu, adalah sesosok idola nomor satu mengenai hal ini. Bagaimana
dia biasanya mengenakan bedak, celak, lipstik, semua aku tiru dari cara ibu. Sederhana,
natural, namun masih tampak cantik dalam balutan hijab yang kekinian. Polesn kosmetik
itu semakin membuatku percaya diri di hadapan banyak orang.
Begitu
pula dengan pilihan pakaian yang kumiliki. Aku tidak lagi menutup diri terhadap
trend baju yang sedang booming. Sedikit demi sedikit aku pun membuka pintu mode
baru, tapi masih tetap mengacu kepada kepribadianku sebagai karakternya. Maka,
jika kau nantinya akan berjumpa denganku. Kau akan menemukan seorang Sofia yang
berbeda. Tidak ada lagi si Ari kecil, si manja tukang pembuat repot orang tua. Yang
ada tinggal Sofia yang mulai tumbuh dewasa dengan kemabndiriannya.
Ayah,
datanglah. Aku selalu merindu keberadaanmu di sini. Hanya melalui surat ini aku
mampu berujar dalam kata, kepadamu Ayahku dan akan selalu begitu.
Ayah,
aku mohon terimalah ulasan rindu ini untukmu. Aku berharap kau membacanya, dan
segera datang kemari untuk menemuiku. Menjadi pengobat rindu, putri kecilmu
ini.
Didedikasikan untuk Ayahku,
Dari bidadari mungilmu yang akan selalu
mengharapkan kepulanganmu...
Oleh : SAM98 (MALANG, Jumat 17 Juli 2015
17:18:00)
Aku terharu bacanya:""" btw salam kenal yaa^^
BalasHapus